Jumat, 27 April 2012

Naskah Cerpen : Sayatan Tajam Bertombakan Kebahagiaan Buah Pena : Nia Widyastuti

Sayatan Tajam Bertombakan Kebahagiaan
Buah Pena : Nia Widyastuti

Hening merebut suasana, sunyi mencekam di tengah malam. Melodi jangkrik menandakan malam yang sunyi di sebuah pedesaan. Malam itu kulihat bulan dengan utuhnya memamancarkan kesetiannya menerangi bumi. Aku duduk terlamun di kamar dan menatap keluarlewat sebuah jendela yang lebar. Andaikan aku dapat menari dan menjadi bagian dari bulan dan berjuta bintang.
            Sebuah pulpen biru masih saja melekat di tanganku. Namun pikiranku telah melayang jauh tinggi melebihi bulan dan bintang. Suara lembutyang sering ku dengar membuyarkan lamunanku.
            “ Vlanz, waktunya tidur! “
            “ Injih bu. “ Jawabku singkat.
Dan akhirnya aku tutup buku catatan kesayanganku bersampul indah dan tertuliskan namaku “VLANZISKA AULINDYASA WIBOWO”. Beranjak ke peraduan dan kutarik selimut merah.
            “ Brztt…brztt…brztt!” Belum sempat mataku terpejam, lagi-lagi benda kecil itu mengusikku. Ingin rasanya ku buang ponsel itu. Pasti sms dari Weldan. Weldan adalah
seorang lelaki yang dulu pernah mengisi ruang hatiku. Ku paksa mataku untuk tetap terbuka membaca sms itu.
            Vlenz, , , thnx dh prnh jd bgian dr hdp qw.
            Jjr qw mch bgung dgn skp u. tp gpp lh.
            Yg pntg km bhgia. Toh cnta g hrs mmliki kq.
            Amp kpnpun aq akn ttp cyg 5 km Vlenz.
            Luph u so much!”  by : Weldan
Terketuklah pintu hatiku. Weldan benar-benar sayang denganku. Tidak. . . Vlenz harus lupakan dia. Vlenz hanya fokus dengan Ulangan Umum Semester. Semangatt!!! Perlahan ku tutup mataku, dan disetiap detak jantungku hanya satu hal yang aku inginkan………. Lupakan Weldan !!
            “ Hufpt  wekker..wekker !” Kesalku dalam hati.
            Tanpa terasa takdir menggariskan untuk bangun. Terdengar jelas suara ayam jago yang sok pamer suara, padahal suaranya nggak bagus-bagus banget. Gubrakksss
Zlappp….!” Dengan kasar ku ayunkan tanganku mengambil jam wekker hijau kecil di atas meja lampu samping keranjang tidurku. Akhirnya sura mendengung itu berhasil dilumpuhkan. Jarum panjang tepat  di angka 12 dan jarum pendek tepat berada di angka ……
Whatttt ???? jam 4 pagi !” teriakanku memecah pagi yang masih remang-remang. Bahkan mataharipun hanya mengintip di ufuk timur. Memori  otakku menyatakan bahwa semalam jam wekker terpasang pukul 05.30.
Sampun bangun nduk?”
“ Owalah bu. Ibu yang pasang wekker jam 4?”
“ Vlenz, bentar lagi UKK tow? Biasakan belajar pagi!”
All right Mom!” jawabku meyakinkan padahal sedikit malas. Tapi Vlenz itu bukan pemalas, remaja yang manis, cantik, pinter lagi. Aneh apabila orang bertanya siapa Vlenz itu.
***
“ Hey Vlenz yang sok perfect ! Kabar burung putus ya sama Weldan? Duh kasihan! Bagus deh sekarang tinggal aku yang bias gebet Weldan. “ Itu adalah suara Ciara leadernya geng “Zconer”.
“ Dah Vlenz, jangan dengerin mereka. Emang mereka itu geng sompret!”  Inilah sahabat terbaikku. Syifa Anggraeni. Sebagian besar seluruh siswa SMPN 1 SANGKARA memanggil kami “Four Angels”. Yapz, karena aku, Syifa, Tere, dan Advi selalu membantu korban dari geng Zconer. Seperti pemerasan uang dan kejailan para geng Zconer. Maka dari itu kami dipanggil empat malaikat yaitu “4 Angels”.
Kami tinggalkan Ciara CS yang nampaknya masih betah berlama-lama di depan toilet. Kami putuskan kembali ke kelas.
Serasa satu tahun mengikuti pelajaran Bahasa Inggris. Itulah yang ku rasakan. Mata hanya terpaku melihat jam dinding. Berharap cepat pulang dan lupakan kejadian di sekolah hari ini. Memejamkan mata dan menenangkan hati. Hanya itu yang aku harapkan saat ini.
“ Tululuttt….tuluulut!!”  Harapanku terkabul. Bel usai pelajaran akhirnya berkumandang. Ku ambil handphoneku dan ku telpon pak Maman sopir pribadiku. Mobil Jazz silver telah menunggu di depan gerbang utama sekolah. Aku pulang tanpa bertemu anggota “4 Angels” lainnya terlebih dahulu. Terlalu penat pikiranku saat itu.
***
“ Brruukkk !” Ku lempar tasku ke atas kasur dank u rebahkan tubuhku.
“Apa yang terjadi? Kenapa aku seperti ini? Apa karena Weldan?” Tanyaku dalam hati. Ku ambil laptopku. Mencoba menghilangkan, ech.. bukan mengurangi  beban yang ada dengan online.
Di rumah teramat sepi. Hanya aku dan suara keyboard yang mengisi heningnya rumah ini. Dan akhirnya terpampanglah sebuah nama “Elvano Elyasa” di friend request akun facebookku. Setahuku Elvano adalah orang yang pandai. Dia dulu adalah kakak kelasku di SMP selisih dua tahun. Karena aku sudah kelas sembilan, dia juga sudah lulus dan sekarang dia kelas XI.
Confirm. Ea tentu saja!” Sambil mengklik confirm dan kami telah berteman. Chattinganpun sering kami lakukan, dan kian hari makin akrab. Diskusi masalah pelajaran memang nyambung dengannya. Entah kenapa tiba –tiba aku ingin lebih dekat dengannya. Hemhh… tau ah. Perasaanku jadi tak menentu.
“Tok tok tok !”
“Kriitt…” Pintu kamarku terbuka. Ternyata Syifa, Tere, dan Advi.
“ Hey.. malem –malem  ngapain kesini?” Tanyaku.
“Hemh,, kasar Bu!” Jawab Advi.
“Vlenz, kita mau nginap disini boleh ya?”
 “Weits , kenapa ini? Ada apakah gerangan? Tumben hari Jumat nginap di rumahku. Biasanyakan malem Minggu!” Aku masih bingung.
Halah,, udah lupain aja. Ech, gimana hubunganmu dengan Weldan? Cerita ke kita-kita dong!” Rengek Tere cewek paling manja sedunia menurutku. Tapi dia tetep orang yang baik. Tentu saja. Kami memang orang yang baik. Gubraks ..
“ Heh?? Apaan tow? Aku nggak ada hubungan apa-apa dengan Elvan.”
“ Hayow.. ngaku aja Vlenz! Kita seneng kok malahan. Sahabat kami tercinta dapet cowok cakep, tajir, cool, pinter lagi. Apa nggak perfect tuh namanya.” Ujar Syifa.
“ Beneran aku nggak ada hubungan apa-apa.”
“Jangan bilang nggak ada Vlenz. Tapi belum ada. Hehehe!” Canda Syifa. Beruntung banget aku punya sahabat seperti mereka. Mereka selalu ada disaat aku senang ataupun susah.
***
Semangatku pulih kembali. Vlenz nggak akan jatuh dan terpuruk lagi. Entah mengapa nama Elvan telah begitu berarti dimataku. Dia seperti malaikat penolong yang dikirimkan Tuhan kepadaku. Aku telusuri langkah kecilku melewati koridor sekolah, dan berpapasan dengan Hafids.
 “ Hai Fids!” Sapaku penuh dengan senyuman. Dia teman sekelasku sekaligus sebagai ketua kelas IX A. Tentu saja ketua kelasku.
“ Hai juga Vlenz!”
“ Fids, aku minta nomer HPnya Elvan! Diakan kerabatmu.”
“ Ciye-ciye. Hayow!”
“ Apa? Aku minta nomernya cuman mau bahas soal olimpiade kok!”
Dan akhirnya Hafids mau memberikan nomer Elvan. Kalian bisa bayangkan betapa senangnya aku. Seperti terbang mengelilingi dunia.
            Kali pertama aku mengirimkan pesan ke Elvan rasanya canggung banget. Masih berbasa-basi dengan lugunya, aku menyakan perihal olimpiade lewat sms dengan Elvan. Hari demi hari seperti itu. Semuanya tak lupa dan tak kurang ku ceritakan hal ini kepada semua sahabat-sahabatku. Hingga suatu hari, Elvan mengaku.
            “ Ternyata dia tu dari dulu suka sama aku! Hemh,, impossible!” Teriakanku memecah keheningan ruang kelas ketika mengerjakan tugas karena pak Anto seorang guru fisika sedang sakit.
 “ Woy, biasa wae hlo! Kayak nggak pernah dapet gebetan aja.” Teriak Ciara dari bangku pojok depan.
            “ Maksudmu apa heh? Aku berdiri sambil menggebrak meja.
            “ Hey, tolong jaga ketenangan kelas ini!” Hafidslah yang menengahi kami. Ciara memang selalu cari gara-gara. Tak heran jika Ciara CS banyak dibenci warga SMP ini termasuk guru. Tapi apa daya? Tidak ada yang berani dengan geng Zconer. Hanya 4Angels yang berani menentang mereka. Pokoknya anti geng Zconer.
***
            Malam kembali hadir, gelap selalu ada setia dengan sang malam. Langitpun tidak menampakkan setitikpun cahaya terang. Yang terlihat hanya gumpalan-gumpalan awan gelap kelabu. Muram seperti hatiku dimasa lalu. Namun kini aku telah melangkah lebih jauh ke depan. Tinggalkan luka disejarah masa lampau.
            Hari-hariku semakin indah. Tanggal 3 Juni 2010 tepatnya tiga hari sebelum Ulangan Kenaikan Kelas, kami jadian. Yapz… Vlanziska Aulindyasa Wibowo dan Elvano Elyasa. Mulai dari sekarang, hatiku hanya untuk Elvano semata. Cintaku, sayangku, hatiku, kasihku, dan ragaku untuk Elvan. Mungkin terlalu berlebihan. Hihihi.
            Semangat tersuplai dengan debit yang sangat besar. Elvan motivatorku. Dialah yang mendorongku untuk berbuat baik, ingat selalu dengan Yang Maha Kusa. Hemh.. He’s the best for me. Ujian berjalan sukses. Akhirnya hal yang ku khawatirkan tentang keterpurukanku terhadap UKK tak terjadi. Bagaikan telur di atas kasur rasanya.
            “ Nduk, Elvan itu siapamu? Dengar dari teman-temanmu Elvan itu pacarmu.” Pernyataan ibu mengagetkanku.
            “ Injih Bu. Pripun ?”
            “ Nggak kenapa-kenapa kok Nduk. Besuk diajak maen kesini saja!”
            “ Hah? Yang bener buk?”
            “ Iya Nduk.”
            Hari berikutnya aku mendapat tugas membuat sebuah karya tulis. Aku satu kelompok dengan Hafids. Tugas tersebut harus dikerjakan di rumah. Pas banget, Hafids bisa ngajak Elvan ke rumahku. Menyelam sambil minum air.
            Kesepakatan hari ini belajar bersama. Dan benar saja, Hafids mengajak Elvan ke rumahku. Oh betapa bahagianya diriku. Elvan bertemu dan berjabat tangan dengan ayah ibuku. Waktu terasa cepat berjalan. Tugas belum terselesaikan tapi  waktu sudah semakin
petang. Berat melepas belahan jiwa untuk pulang. Bagaimanapun juga akhirnya mereka pulang.
            “ Hati-hati di jalan ya!” Pesanku ke Elvan’
            “ Iya. Terimaksih. Bu, Pak, saya mohon pamit!”
            “ Owh iya hati-hati!” Ayah angkat bicara.
Bayangan mereka lenyap bersamaan semakin hilangnya suara motor mereka.
            Entah apa yang ayah ibu simpulkan tentang Elvan. Tapi saat ini mereka tampak biasa-biasa saja.
            “ Hufpt,, syukurlah.” Gumamku dalam hati.
Hari silih berganti. Surya dengan tak bosannya muncul dari ufuk timur dan tenggelam di ufuk barat. Hubungan kami bahkan semakin membaik. Hingga suatu hari ketika matahari telah condong ke barat, ayah menemuiku.
“ Tabb…” Serasa jantungku berhenti memompa darah. Ada apakah gerangan?
“ Elvan itu anaknya pak Cahya tow?”
 “ Injih pak, pripun?” Tanyaku malu-malu.
“Bukankah mereka berbeda keyakinan dengan kita?” Pertanyaan ayah mengagetkanku.
Inggih.” Jawabku singkat.
Pertanyaan ayah meluncur dengan pedasnya. Hantaman tembakan pertanyaan tak dapat terhindarkan. Kesimpulan yang nyata, ayah tidak merestui hubungan kami karena beda kepercayaan. Bagaikan sembilu menyayat perlahan.
            Keadaan berbalik 180 derajat. Keluarga berubah tak seharmonis dulu lagi. Disisi lain aku juga nggak mau nglepasin Elvan. Apakah ini awal dari keterpurukanku kembali?
            Tanpa terasa 4 bulan kami menjalin hubungan tanpa persetujuan orang tua. Betapa keras kepalanya aku. Mungkinkah ayah menyesal? Kecewakah ibu melahirkanku? Sebenarya aku ingin mengubah semuanya. Tapi mengapa hati kecil ini selalu berkata jangan. Seharusnya aku berpikir lebih dewasa. Tapi apakah orang dewasa selalu mengambil keputusan yang benar? Belum tentu. Berat untuk melangkahkan kaki. Tiap hari selalu saja ada masalah dengan keluarga. Aku hancur. Nilai MID semester I di kelas 9 hancur. Semuanya serba kacau.
            “ El, aku bingung.” Di sebuah kafe aku bertemu Elvan dan mengutarakan semua yang aku alami.
            “ Aku tahu Vlens. Mungkin aku tidak seharusnya hadir dalam kehidupanmu yang kenyataannya aku hanya membuat orang tuamu marah.”
            “ Nggak, bukan begitu. Aku justru berterimakasih atas semua doronganmu agar aku bisa menjadi orang yang lebih baik.” Sembari meneteskan air mata. Elvan mengusap air mataku, lembut cintanya begitu kurasakan.
            “ Janganlah kamu menangis. Anggap saja kamu sedang diuji. Hadapilah semua.aku siap membantumu kapanpun kau mau. Bangunlah dari semua keterpurukan ini! Masa depan kita masih panjang.”
            “ Ea, aku tahu. Meskipun kita tak dapat bersama. Aku ingin yang terbaik bagiku, orang tuaku, dan kau juga El. Kita akan selalu ada sebagai kakak dan adik. “ Itulah keputusan yang kurasa bijak. Setengah tahun kami bersama berakhir sudah.  Aku tahu ini begitu menyakitkan. Tak pernah sebelumnya aku ku rasakan sakit hati teramat perih seperti ini.
            Tak seharusnya kesedihan selalu menjadi bagian hidupku. Aku bisa merubahnya. Hadapi semua dengan senyuman. Keharmonisan keluargaku kembali menjadi pengiring disetiap langkahku. Semua kembali seperti semula, normal. Tanpa Elvan walaupun sangat berat. Tapi aku yakin keputusanku dan Elvan adalah yang terbaik.
            Geng Zconer. Lagi-lagi mereka. Tapi ada yang lain dengan mereka. Ciara menghilang. Ternyata Ciara pindah ke pondok pesantren atas perintah orang tuanya. Akhirnya aku dapat menyimpulkan bahwa orang tua selalu melakukan hal yang terbaik untuk anaknya. Walaupun cara mereka terkadang menyakitkan, tidak sesuai dengan apa yang kita mau. Tapi percayalah mereka ada yang akan selalu mendukung, memperbaiki perilaku, dan sifat kita. Seburuk apapun itu karena mereka adalah orang tua kita.

0 comments :

Posting Komentar