Rabu, 30 Oktober 2013

Menyapa Desa Tangguh Bencana


Desa yang tangguh akan bencana alam bukan berarti terhindar jauh dari adanya bencana. Bagaimanapun bencana alam tidak dapat kita hindari keberadaannya. Hal yang dapat kita lakukan adalah meminimalisir dampak atau risiko kalau bencana terjadi. Inilah yang akan segera diterapkan di Kabupaten Gunungkidul. Dengan konsep “Desa Tangguh Bencana” sedikit demi sedikit tahap tersebut akan segera dilaksanakan. 


Bencana adalah rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Penanggulangan bencana yaitu serangkaian kegiatan pada saat sebelum, saat terjadi, ataupun sesudah bencana terjadi. Sedangkan pengurangan risiko bencana merupakan jiwa dari semua siklus penanggulangan bencana. 

Konsep “Desa Tangguh Bencana” berkaitan dengan pengurangan risiko bencana. Perbedaan dari pengurangan dan penanggulangan bencana yaitu pengurangan risiko dilaksanakan sebelum sebelum terjadinya bencana sedangkan penanggulangan bencana dilakukan setelah terjadinya bencana. Tahap pengurangan risiko bencana  menjadi arus utama, jiwa dari pra dan pasca  di setiap proses kebencanaan yang harus diterapkan di setiap siklus bencana. Berikut adalah siklus penanggulangan bencana :


1.      Pencegahan
Upaya yang dilakukan untuk mencegah bencana terjadi.          
2.      Mitigasi
Upaya yang dilakukan untuk meminimalisir dampak atau risiko kalau bencana terjadi. Mitigasi dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a.       Mitigasi Struktural : Pembangunan, seperti membangun bendungan, tanggul sungai, dll.
b.      Mitigasi Non Struktural : Aturan, peningkatan pemahaman atau kapasitas.

3.      Kesiapsiagaan
Mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian langkah yang tepat dan efektif.
4.      Peringatan Dini
Peringatan bahwa bencana kemungkinan segera terjadi. Lebih kepada tanda-tandanya. Peringatan yang diberikan harus jelas, menjangkau masyarakat, segera, tidak membingungkan dan bersifat resmi. Akan tetapi alat peringatan dini modern juga belum tentu akurat.
5.      Tanggap Darurat
Upaya yang dilakukan segera setelah terjadinya bencana. Memberi bantuan kepada korban bencana.
6.      Pemulihan
Pemulihan setelah terjadinya bencana di tingkat perumahan, ekonomi, social budaya, dan infrastruktur.
7.      Ancaman
Kejadian yang bisa menimbulkan bencana.
8.      Kerentanan
Ekonomi, pengetahuan, pendidikan, lokasi, kondisi geografis.
Risiko = Ancaman x Rentan : Kapasitas
Mengecilkan ancaman dan kerentana memperbesar kapasitas.
9.      Manajemen Risiko Bencana
Mempunyai paradigma atau pola pikir bergeser pada mengurangi risiko, bukan ketika terjadi bencana.

Siklus tersebut yang seharusnya dapat kita laksanakan. Tindakan yang dilakukan sebelum terjadi bencana untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan risiko apabila terjadi bencana. Bentuk kegiatannya adalah untuk meredam ancaman, mengurangi ancaman dan kerentanan serta meningkatkan kapasitas.

Membicarakan tentang konsep “Desa Tangguh Bencana”, apa sebenarnya arti dari kata “tangguh”? Tangguh berarti kuat dan mampu bertahan dalam menghadapi bencana. Prinsip desa tangguh bencana adalah sebagai berikut :

1.      Bencana adalah urusan bersama
2.      Berbasis Pengurangan Risiko Bencana
3.      Pemenuhan hak masyarakat
4.      Masyarakat menjadi pelaku utama.
5.      Dilakukan secara partisipatoris.
6.      Mobilisasi sumber daya local.
7.      Inklusif.
8.      Berlandaskan kemanusiaan

Indikator desa tangguh bencana :

1.      Peta ancaman bencana
2.      Peta dan analisis kerentanan masyarakat terhadap dampak bencana
3.      Peta dan penilaian kapasitas dan potensi sumber daya
4.      Draf Rencana Penanggulangan.
5.      Bencana (5 Th).
6.      Draf Rencana Aksi Komunitas (RAK) untuk Pengurangan Risiko Bencana. (2-3 Tahun).
7.       Relawan penanggulangan bencana (termasuk forum pengurangan risiko bencana).
8.      Sistem peringatan dini berbasis masyarakat.
9.      Rencana kontijensi (termasuk evakuasi) dan Pola Ketahanan ekonomi.

Desa tangguh bencana akan diterapkan bertahap melalui 3 desa di kabupaten Gunungkidul yaitu desa Wonosari di kecamatan Wonosari, Pilangrejo kecamatan Nglipar, dan Banjarejo kecamatan Tanjungsari. Diskusi terbuka mengenai konsep “Desa Tangguh Bencana” dengan perwakilan penduduk dari tiga desa sudah dilaksanakan pada intinya mereka menceritakan fakta seputar kebencanaan yang terjadi di desa mereka dan mempertemukan pendapat dari masing-masing desa. Akhirnya mereka sepakat untuk membentuk suatu kesatuan bersama salah satu lembaga di Gunungkidul yaitu DRR untuk mengurangi risiko dari adanya bencana. Proses tersebut baru saja dimulai dan akan dilanjutkan dengan program yang telah disepakati bersama.





 

2 komentar :

  1. Halo, Nia. Lama nggak jumpa kamu dan kawan-kawan di Hanacaraka. Ternyata aku lebih memilih jadi anak kampus-sentris ketimbang berada di rumah. Padahal kuliah sudah habis. Jumlah semester hampir dua digit. Di kos cuma nongkrong. Di kampus juga nongkrong. Sesekali silaturahmi ke dosen pembimbing. Tapi yang seperti ini nikmat sekali. :D

    Nia pasti sudah banyak eksplorasi pengetahuan bencana di Gunungkidul. Setelah baca tulisanmu, aku mau tanya. Adakah selama ini kegiatan trauma healing terkait bencana di Gunungkidul? Trauma healing yang aku maksud adalah pengondisian mental dan psikologi pascabencana terhadap warga, apapun kegiatannya.

    Semoga jawabanmu menggembirakan; ada, atau malah sudah banyak dilakukan. Tapi kalau belum, sepertinya menarik untuk dijadikan isu. Apalagi jika kemudian diangkat melalui media jurnalisme warga tempat Nia dan kawan-kawan berkarya. Juga kalau belum, setidaknya aku punya bahan obrol dengan kawan yang tertarik dengan pendidikan konseling.

    BalasHapus
  2. halo mas Adam! Udah ditunggu temen2 di SKI tuh :D
    Seperti yang sudah mas Adam ketahui kami fokusnya memang lebih ke pra bencana. Untuk pasca memang belum sempat dilirik. Tapi itu juga bisa jadi pra ketika isi konselingnya memang berguna untuk antisipasi di kemudian hari. Kalau mas Adam punya gagasan terkait isu tersebut mungkin akan sangat berguna.

    BalasHapus